masukkan script iklan disini
Oh tuhanku, maha ada yang tak terlihat kasat mata, selalulah aku tuntun dengan bimbingan cahayamu dengan menyusuri semua ilmu-ilmumu. aku selalu mengingatmu ketika aku mulai kehilangan pikiran dibuyarkan pemikiran-pemikiran yang lain, dan ketika aku mulai kehilangan semua itu, tegur aku dengan sapamu melalui hikmah.
Kalimat itu terlintas tepat ketika aku merasa otakku telah banyak dimasuki pemikiran-pemikiran para filsuf atau tokoh-tokoh barat lainnya, mungkin semua teman kuliahku juga begitu. meskipun apa yang kita pelajari hanya implikasi dan peran pemikirannya terhadap karya sastra/seni ataupun bahasa, namun aku juga berkenalan dengan semua aspek pemikiran-pemikiran mereka. aspek-aspek itu luas seluas mereka berpikir tentang sesuatu. ketika mereka berbicara sesuatu mereka bertanya untuk mencari kebenaran yang mutlak. sebagai contoh mereka berbicara tentang bahasa.
Bahasa adalah simbol yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, bahasa itu seperti mata yang terlahir sudah dibekali inderanya. namun jauh dari definisi tersebut para pemikir-pemikir dahulu telah banyak mengurai sekali tentang asal-usul bahasa. sejenak aku berpikir dan mulai merenung, yang akan aku tulis ini referensinya dari kebudayaan/warisan hellenisme. yah memang begitulah kenyataannya, belajar dari siapapun itu boleh.
Aku tidak ingin membicarakan menurut plato, aristoteles, pharamenides mengenai apa bahasa itu. karena aku yakin itu akan memakan waktu yang sangat lama sekali untuk sekarang ini. untuk sekarang yang hanya kurasa gusar dengan yang kudapat. gusar karena aku belum menemukan sesuatu yang baru dari apa yang aku pikirkan.
Aku ingin seperti socrates yang pemikirannya ada "karena", aku ingin seperti plato yang pemikirannya ada "karena", aku ingin seperti aristoteles yang pemikirannya ada "karena", dan aku ingin seperti agustinus yang pemikirannya ada "karena". tanda kutip itu aku tekankan karena mereka berpikir untuk membuat sesuatu yang baru, membuat pemikiran segar yang lebih lengkap dari pemikiran sebelumnya, terlebih lagi mungkin karena ada kesenjangan antara mereka. tapi mereka berhasil membuatku mengatakan mereka memang luar biasa.
Aku merasa didahului mereka, didahului dengan pendapat mereka tentang sesuatu, terlintas dibenak bahwa kebenaran itu berawal dari masalah, peradaban itu berawal dari masalah, ada masalah berarti kita berpikir, berpikir berarti mencari jawaban, jawaban itu memiliki perbedaan-perbedaan karena semua orang punya pendapat. maaf aku terlalu jauh dari bait sebelumnya. ketika aku membaca tentang plato, aku berpikir kalau kebenaran itu ada dalam ide, aku berpikir kalau hanya dalam ide semua yang aku lakukan adalah setengah kebenaran. nah pemikiran saya itu sudah ada dalam aristoteles. :(
Mungkin yang lebih lucunya lagi, kalau misalnya aku hidup tepat dizamannya mereka, dan aku menjadi seorang murid mereka, aku akan mengatakan bahwa bahasa itu satu, yaitu bahasa itu sendiri, dan yang ada didunia ini adalah bagian dari bahasa yang satu. kebenaran asal muasal bahasanya sangat susah untuk dicar, karena kebenarannya itu adalah kebenarannya itu sendiri. apa sih kebenaran?kebenaran itu 0, ada tapi tidak terasa, tidak bernilai tapi bisa menjadi bernilai kalau dimaknai dengan.
Waduh aku terlalu jauh nih berbicara, padahal yang aku ingin tuliskan hanya curhatan kecil saja, yang ingin aku sampaikan bahwa dari semua itu bisa diambil hikmahnya yaitu belajar dari pegalaman, belajar dari yang telah ada, belajar dari sejarah, belajar dari sastra, mengertilah bahwa bahasa berkembang berdampingan dengan sejarah dan semua itu pasti diiringi oleh bahasa pula sebagai pengantar.
Tuhan, aku ingin mempelajari filsuf islam, biar aku tidak terlalu jauh berpikirnya.............
Aku ngantuk sekarang dan aku ingin tidur...
